Nim : C1D6 16 0**
BIROKRASI
: KONVENSIONAL DIERA DIGITAL
Saat ini kita memasuki era dimana teknologi telah berkembang sangat
pesat yang pada awalnya manusia dalam aktivitas kesehariannya masih bersifat
konvensional atau manual kini beransur-ansur mulai mempergunakan kecanggihan
teknologi digital.
Fenomena digitalisasi ini berlaku pada segala aspek bidang kehidupan
manusia. Sebut saja dari segi ekonomi-bisnis, ketika dulunya kita untuk
melakukan aktivitas jual beli barang maupun jasa maka kita harus melakukannya
ditempat-tempat tertentu seperti pasar baik yang masih tradisional maupun yang
modern seperti minimarket atau mall. Namun kini dengan merambahnya pasar
e-commerce dengan berbagai kemudahan akses yang ditawarkan ternyata dapat
merubah paradigma masyarakat untuk beralih bertransaksi secara online.
Hal ini tentu saja tidak lain karena sistem berbasis online tersebut
dianggap lebih efektif dan efisien dibanding jika dikerjakan secara
konvensional.
Lalu bagaimana birokrasi kita menyesuaikan dengan perkembangan
teknologi digital di Indonesia saat ini ?
Sebagaimana kita ketahui bahwa citra birokrasi selama ini dianggap
memiliki kinerja yang lamban dan sering menjadi topik keluhan masyarakat.
Masyarakat menghendaki sistem kerja yang efektif dan efisien dari
birokrasi maka hendaknya ini menjadi pukulan telak bagi birokrasi untuk mulai
berbenah dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
Namun sayangnya birokrasi
khususnya di level daerah terkesan tidak mengindahkan hal tersebut. Masih saja
menggunakan sistem yang konvensional sehingga tertinggal jauh bahkan sampai
birokrasi dibandingkan dengan organisasi swasta yang lebih maju dalam penerapan
sistemnya.
Penulis merasa jika sumber daya manusia yang menjadi hambatan
penerapan sistem digitalisasi pada birokrasi sudah tidak relevan lagi untuk
dijadikan alasan bagi birokrasi. Pasalnya dapat dikatakan mayoritas masyarakat
Indonesia pada umumnya sudah mengenal dan aktif dalam dunia online internet.
Terlebih lagi bagi kaum-kaum muda yang setiap tahunnya memenuhi jumlah kouta
angkatan kerja baru di Indonesia.
Kaum muda saat ini yang bahkan punya sebutan sebagai generasi
milenial dapat dikatakan mayoritas pada umumnya menguasai teknologi-teknologi
terbaru dan punya daya saing yang tinggi. Hal ini dapat kita lihat dari munculnya
inovasi-inovasi terbaru dari kaum milenial.
Birokrasi yang tidak menerapkan sistem digitalisasi dengan baik
dalam menunjang kinerjanya dapat dikatakan telah ketinggalan zaman padahal
banyak sekali manfaat yang didapatkan oleh birokrasi dalam pemanfaatan
teknologi digital ini diantaranya pemangkasan anggaran menjadi sangat
dimungkinkan karena aktivitas pemerintahan dapat berjalan lancar tanpa adanya
batasan waktu dan tempat untuk para atasan birokrasi berkoordinasi dengan para
pegawai pemerintahan.
Kemudian dari segi pelayanan publik, waktu pelayanan dapat
diefisienkan sebaik mungkin sehingga masyarakat sebagai penerima layanan dapat
merasa puas atas hasil yang diterimanya dan masih banyak lagi dampak positif
lainnya dimana ini juga dapat menunjang perbaikan citra birokrasi dimasyarakat.
Seperti kita ketahui, masyarakat menginginkan suatu sistem manajemen
pemerintahan yang bersifat bottom-up dimana pemerintah tidak secara semena-mena
mengeluarkan suatu kebijakan tanpa memperhatikan aspirasi masyarakat itu
sendiri. Dengan penerapan digitalisasi dalam sistem informasi birokrasi
pemerintahan maka dapat membuka jalan bagi suatu pemerintahan yang transparan
dan responsif terhadap permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Masyarakat juga memiliki akses yang luas untuk menyatakan
pendapatnya dan aspirasinya kepada pemerintah sehingga stakeholder pun mulai
terbangun.
DiSulawesi tenggara sendiri, pada beberapa instansi sudah mulai
menerapkan sistem digital dalam aktivitasnya seperti BKD Sulawesi Tenggara
dengan sistem informasi simponi bahteramasnya yang dilatarbelakangi susahnya
pengelolaan data-data kepegawaian jika terus-menerus dikerjakan secara manual.
Namun bagaimana dengan birokrasi pemerintah level dibawahnya seperti
kabupaten dan desa/kelurahan ? Ternyata penggunaan teknologi digital pada
pemerintah level ini masih sangat minim. Dimana penggunaan teknologi digital
masih sebatas penggunaan media sosial seperti whatsapp sebagai bentuk
komunikasi dalam rangka koordinasi antara kepala desa/kelurahan kepada kepala
RT/RW setempat.
Bahkan pada beberapa official website kabupaten yang pernah penulis
kunjungi ternyata tidak dikelola dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan
minimnya informasi yang tersaji didalamnya. Bahkan lagi-lagi malah pihak
eksternal seperti pers yang berperan sentral menyajikan informasi kepada
publik.
Pertanyaan yang penting adalah sampai kapan fenomena ini berlangsung
didepan mata kita ? kapan birokrasi kita sadar akan ketertinggalan mereka dari
manfaat besar hasil teknologi digital ?
Sebenarnya kampanye mengenai penerapan teknologi digital dalam
birokrasi sudah lama digencarkan dan menanggapi hal ini bahkan Menpan
mengeluarkan kebijakan program revolusi birokrasi namun menjadi suatu tanda
tanya besar tentang kenapa birokrasi kita belum juga berbenah diri.